Senin, 07 September 2015

Salah dan Benar

Pandji Pragiwaksono pernah bilang yang kalau nggak salah ngutip bahwa "salah biasa aja, bener juga nggak usah belagu".

Kita sering sekali membawa-bawa rasa tersinggung dan jumawa dalam perkataan dan tindakan kita. Hal-hal inilah yang membuat kebenaran dan kesalahan menjadi abu-abu.

Orang yang jelas-jelas sudah salah menjadi punya hak dan bargain lebih ketika ia menjadi tersinggung. Akhirnya, malah orang yang sudah repot-repot menyempatkan diri untuk menganalisa kesalahan dan sangat hati-hati menyampaikan bahwa "anda kurang tepat" menjadi dianggap tidak sopan, tidak ramah, dll.

Akhirnya perhatian menjadi lebih kepada "penerimaan" daripada pada sesuatu yang lebih fundamental, yaitu kesalahan itu sendiri. Dampaknya, perkembangan manusia ke arah yang lebih baik akan sangat lambat karena kesalahan itu sendiri selalu ada dalam status quo.

Belum lagi ketika kita ada dalam situasi yang benar. Kita secara langsung atau tidak langsung berperilaku "arogan" secara intelektual. Dampaknya hampir sama dengan kesalahan, yaitu aspek pride dan gengsi-lah yang lebih dominan dan akhirnya membuat kebenaran tadi menjadi kabur. Atau bahkan dalam dampak tertentu, membuat "kebenaran tadi menjadi dibenci". Ini dampak yang paling berbahaya.

Marilah kita fokus pada kesalahan dan kebenaran tadi. Anasir-anasir yang malah membuatnya menjadi abu-abu mari perlahan-lahan kita hilangkan.

Fokus terutamanya adalah
1. Kalau ada yang salah, ya diakui lalu diperbaiki.
2. Kalau sudah benar, ya diakui lalu dipertahankan.
3. Nggak usah lebay.

Jika ini dilakukan, maka hidup ini akan menjadi lebih sederhana dan lebih mudah menuju kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar