Kamis, 05 Februari 2015

Sang Idealis Muda


(Tulisan Dinding Berseri dalam Catatan Seorang Mahasiswa, dipublikasikan di FH Unair pada bulan Oktober 2010)
Dalam lembaran sejarah hampir semua yang ditulis adalah tentang pengkhianatan, kecurangan, kebohongan, dan kejahatan yang dilakoni oleh manusia dari awal peradaban sampai era di mana dunia nyaris tanpa batas ini. Seakan-akan tanpa itu semua sejarah tak akan tercipta. Tetapi dalam kelamnya pena sejarah ini, terbersit secercah tinta emas pengharapan yang ditorehkan oleh segelintir manusia minoritas yang secara radikal menolak kebiadaban ini semua. Segelintir manusia yang secara jujur menyatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan.  Mereka jugalah yang pertama kali melangkah ke depan saat semuanya masih sibuk berperang dengan nasib dan keputusasaan. Mereka inilah yang membuat  arti perubahan jelas di tengah samarnya harapan. Mereka adalah kita, para pemuda.
                Pemuda dalam sejarah bangsa dan negara Indonesia telah menunjukan perannya sebagai “men of thought”. Pentingnya peran pemuda dalam perjalanan bangsa dimulai dari masa pergerakan nasional yang dipelopori oleh Budi Utomo dan berbagai organisasi-organisasi kepemudaan lain. Ditengah-tengah perlawanan bersenjata terhadap Belanda waktu itu, para pemuda telah menyadari arti penting dari kesatuan arah perjuangan dan kesamaan cita-cita. Mereka beranggapan bahwa dengan hanya pucuk senapan dan perlawanan parsial kedaerahan tak cukup untuk melawan penjajah. Jauh daripada itu diperlukan suatu penyelarasan berbagai gerakan kedaerahan menjadi satu gerakan nasional yang utuh. Sangat revolusioner untuk pemikiran di jamannya, bukan lagi membawa nama pemuda Sumatra ataupun pemuda Jawa dan lain sebagainya, para pemuda menyatukan diri menjadi sebuah identitas baru dalam sejarah bangsa, yaitu sebagai bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia pun tak lepas dari peran golongan muda di dalamnya. Melalui peristiwa Rengasdengklok jelaslah digambarkan jika pemuda tidak mengambil peran dapat dipastikan penjajahan akan lebih lama bercokol di Indonesia.
                Setelah cita-cita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat secara formalitas bisa dibilang terwujud, tetapi tidak begitu dalam realisasinya. Dalam perkembangan perjalanan setelah masa revolusi, penyimpangan malah dilakukan oleh para pendiri bangsa. Lebih mengutamakan kedaulatan politik, Soekarno malah melupakan kesejahteraan ekonomi yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Karena jika rakyat melarat dan melarat identik dengan kebodohan maka rakyat akan melakukan gerakan sendiri-sendiri yang sarat akan penyimpangan dan bahkan menjurus pada perpecahan bangsa. Terlebih diperparah lagi oleh kebijakan Demorasi Terpimpin ala Soekarno yang menyelubungkan kediktatoran dalam demokrasi yang semakin menekan kebebasan berdemokrasi rakyat. Dan mencapai klimaks kekacauan negara dalam peristiwa berdarah 30 September. Pemuda langsung bereaksi atas kondisi negara yang semakin carut marut ini. Terbukti dengan tergabungnya organisasi-organisasi masa dalam kampus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, dan sebagainya dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, turun ke jalan dengan tiga tuntutan (Tritura).
                Akhirnya pada tanggal 1 Maret 1966 rezim Orde Lama tumbang selanjutnya berganti oleh Orde Baru dan perlu diingat, mahasiswa memiliki andil dalam runtuhnya pemerintahan Soekarno ini. Selubung kesejahteraan ekonomi yang digadang-gadang oleh pemerintahan Soeharto terbukti busuk di dalam. Kebebasan berpendapat dipotong oleh pemerintah. Penangkapan-penangkapan oleh aparat penegak hukum tanpa adanya transparansi dan kejelasan proses peradilan adalah hal yang biasa. Pemilu yang hanya menjadi formalitas belaka dan bahkan sebagai alat legalitas kekuasaan Soeharto. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melembaga. Dan berbagai pelanggaran HAM berat seperti kasus pembantaian 80.000 nyawa manusia (dalam perkiraan paling konservatif) di pulau Bali yang dituduh sebagai masa Partai Komunis Indonesia, perkosaan-perkosaan bagi mereka yang dituduh Gerwani, dan penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan dengan cara-cara yang tak masuk akal dikalangan manusia waras atau yang menyebut dirinya berTuhan. Setelah 32 tahun berkuasa, akhirnya rezim Orde Baru runtuh dan sekali lagi di tangan mahasiswa Indonesia.
                Begitu besarnya pengaruh mahasiswa atau pun pemuda dalam menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini membuat tugas yang dibebankan di atas pundak kita menjadi lebih berat. Tak perlu lagi menunggu peristiwa seperti yang terjadi di angkatan ’66 ataupun angkatan ’98. Apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa sekarang adalah berkata dan bertindak sesuai dengan kebenaran. Aksi turun ke jalan adalah salah satu cara di antara jutaan cara untuk memajukan negeri ini. Menulis, berdiskusi, menyoroti, dan yang paling penting adalah kompeten dalam masing-masing bidang keilmuan kita merupakan langkah yang paling nyata yang dapat kita lakukan. Kesampingkanlah masalah-masalah ras, golongan, ormek, dan kepentingan politik yang hanya menghambat langkah kita menuju arah kemajuan. Bukankah dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober kita meleburkan semuanya itu dalam identitas baru sebagai bangsa Indonesia.
                Dalam sebuah buku yang berjudul 5 cm disebutkan bahwa harta yang paling berharga dari pemuda adalah idealisme. Hanya idealismelah yang mampu merubah cacatan kelam sejarah menjadi lebih baik. Jangan sampai idealisme kita luntur oleh praktek-praktek korupsi, pemakluman-pemkluman tindak kecurangan, pandangan tentang kenyamanan dalam posisi aman (main save), birokrasi, dan kebohongan-kebohongan. Apalah yang lebih puitis daripada berbicara tentang kebenaran? Dan Soe Hok Gie pernah berkata, “lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan..” Hidup mahasiswa!! (Edwin Gore)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar