Selasa, 10 Februari 2015

Sondang, Bahasa Pembebasan

(Tulisan dimuat dalam buletin MAHONI-LPM Nawaksara FH Unair edisi September 2012) 


Darma Silalahi tampak sejenak menghela nafas ketika seorang peserta Refleksi dan Diskusi Aksi Sondang Hutagalung yang diadakan oleh LPM NAWAKSARA FH UA pada Jumat 16 November 2011, menanyakan perihal detik-detik terakhir perjumpaan mereka. "Sampai sekarang saya belum bisa menemukan apa yang menjadi motif di balik aksi tersebut. Saya sama sekali tidak menyangka bahwa Sondang akan sampai seberani itu," ujar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta ini. Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Himpunan Advokasi dan Studi Marhaenis Muda untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (Hammurabi) ini sampai bersedia menyempatkan diri untuk hadir ke FH Unair dan memberikan kesaksiannya tentang Sondang. Waktu itu Sondang menjabat sebagai Ketua Hammurabi dan aktif juga dalam Jaringan Sahabat Munir yang biasa berkumpul di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jalan Borobudur, Jakarta.

Semua bermula pada sekitar awal Desember 2011 lalu. Bangsa Indonesia dikejutkan oleh aksi bakar diri seorang pemuda di depan Istana Merdeka. Sontak aksi yang dilakukan oleh seorang pemuda yang belakangan diketahui bernama Sondang Hutagalung, mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta ini, mengguncang pemberitaan di media nasional. Bukan hanya karena aksi seperti ini baru kali pertama terjadi di Indonesia, tetapi juga motif di balik aksi perseorangan ini masih menjadi teka-teki. Beberapa kalangan menduga bahwa penyebabnya adalah praktek brainwashing atau cuci otak. Beberapa mengaitkan dengan kekecewaan rakyat atas rezim yang berkuasa dan semakin maraknya kasus korupsi akhir-akhir ini di Indonesia.

Kejanggalan-kejanggalan pun muncul, baik sebelum ataupun setelah peristiwa ini terjadi. Salah satunya adalah Sondang sempat menghilang selama dua bulan. "Hpnya tidak bisa dihubungi. Sms dari saya juga tidak pernah dibalas. Sebelum menghilang ia sempat pamit untuk menyelesaikan skripsinya," ungkap Darma. Darma menjelaskan bahwa teman-teman yang lain baik dari Hammurabi, Kontas, dan kampus juga kesulitan menghubunginya. "Jadi kami sangat terkejut mendengar pemberitaan media bahwa identitas pelaku aksi itu adalah Sondang, kawan kami di Hammurabi," ungkapnya.

Istana langsung menanggapi sinyal tersebut. Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, Dipo Alam, seperti yang dimuat dalam Majalah Tempo, menyatakan menyayangkan aksi yang dilakukan oleh putera Viktor Hutagalung ini. "Pemuda berjuang harus berani hidup, bukan berani mati," kata pria yang sempat menjabat sebagai Ketua Dean Pers Mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 1978 tersebut. Presiden juga mengutus Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan menemui keluarga Sondang. "Presiden memberikan simpati kepada keluarga yang ditinggalkan dan bukan sebagai penghargaan atas aksi bakar diri almarhum," kata Dipo.

Aksi bakar diri serupa juga terjadi di Tunisia. Lantaran lapak sayur digusur oleh polisi setempat, Muhammed Bouazizi (26 tahun) nekat membakar diri pada 17 Desember 2010 lampau. Dampaknya, aksi tersebut langsung memicu gerakan rakyat dan berkembang menjadi Arab Spring atau Revolusi Arab. Aksi bakar diri Sondang memang tidak sampai menimbulkan dampak semasif itu, mengingat ekses dari Revolusi Arab adalah sampai menumbangkan beberapa tirani seperti di Mesir, Tunisia, dan Libya. Berbeda dengan Bouazizi, latar belakang aksi Sondang sampai hari ini tetap menjadi misteri.

Djoeni Arianto yang juga menjadi pembicara mengungkap bahwa bangsa Indonesia sudah seharusnya bijak untuk menyikapi peristiwa ini. "Saya rasa kita sendirilah yang harus menganalisa apa yang salah dengan bangsa ini sampai seorang anak bangsa sampai seberani itu," lanjtnya, "bahasa Sondang adalah bentuk bahasa perlawanan." Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini menyerukan bahwa harus ada gerakan perubahan yang dimulai setidaknya dari mahasiswa. "Jika kita tidak sadar bahwa ada yang salah dengan negeri ini, tentu panggilan kita sebagai agen perubahan perlu dipertanyakan," tegasnya. (Edwin Gore)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar